Rabu, 25 September 2024

Review Film Dul Muluk Dul Malik: Film Horor Komedi Sarat Kebudayaan Sumatera Selatan!

Dul Muluk Dul Malik — Dul Muluk Dul Malik merupakan, yang "lagi-lagi", film horor yang baru rilis di pertengahan bulan September silam. Film yang tayang perdana pada 12 September 2024 ini bisa dibilang "agak laen" ketimbang film-film layar lebar Indonesia pada umumnya. Bagaimana tidak, film Dul Muluk Dul Malik ini dibawakan full Berbahasa Daerah Palembang dan Pagaralam. Hal tersebut berkat hasil kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, yang kemudian diproduksi oleh Smarandana Pro. Atas kerja sama itulah film ini seolah-olah ingin mempromosikan kebudayaan di Provinsi Sumatera Selatan, meskipun tema yang diusungnya ialah horor komedi.

Film berbahasa daerah yang sarat atas nilai kebudayaan, khususnya daerah Palembang dan Pagaralam seperti ini menurutku lumayan unik jika dibandingkan dengan film-film bioskop pada umumnya. And also I can safe to say boleh jadi ini adalah momen perdana dimana sineas Sumatera Selatan berani unjuk gigi di layar lebar Indonesia. Apalagi Mangcoy berasal dari Palembang, yang mana ada rasa kebanggaan tersendiri ketika bahasa dan lifestyle sehari-hari dari daerah asal ditampilkan di layar bioskop dan disaksikan jutaan pasang mata. Apakah film gacoan Mangcoy ini bisa memberikan kesan terbaik? Bagaimana impresinya usai menonton film ini?

Spoiler Alert!

Tulisan ini barangkali akan mengandung spoiler. Bagi yang gak mau kena spoiler, stop membaca tulisan ini! 

Sinopsis Singkat

Dul Muluk harus mengajak cucunya, Dul Malik, harus meninggalkan kampung halamannya di daerah pegunungan Kota Pagaralam menuju Kota Palembang untuk membantu mengungkapkan misteri hantu yang berada di rumah Nongcik. Berpindahnya tempat tinggal ini memaksa Dul Malik harus berpindah sekolah dari tempat daerah asalnya menuju ke salah satu sekolah SMA yang ada di Palembang. Apakah mereka berhasil mengungkapkan misteri rumah berhantu tersebut?

Film Horor Rasa Gado-Gado

Film dibuka dengan Dul Malik bernyanyi dengan merdunya, diiringi dengan petikan gitarnya. Ditengah-tengah asyiknya bernyanyi, Dul Malik kedatangan dua orang perempuan sebayanya yang mau mengantarkan makanan ke Dul Malik. Usut punya usut, kedua orang tersebut merupakan teman sekelasnya Dul Malik, dan salah satu perempuan tersebut menaruh hati kepada Dul Malik. Ya, namanya juga masih opening. Dibuka dengan bumbu drama cinta monyet rasanya nggak ada yang salah, bukan?

Tak lama dari situ ditampilkan keadaan Nongcik di Kota Palembang, yang mana mek/ibunya Nongcik yang sudah pikun tersebut sering bertingkah aneh. Menurut pengakuan para tetangga, tingkah mek yang aneh tersebut salah satu faktornya ialah hantu yang bergentayangan di rumah Nongcik usai kejadian pembunuhan dan perampokan di rumah Pak Basri, yang mana rumahnya tersebut masih dalam satu pekarangan rumah Nongcik. "Ya, mulai nih tema horornya mulai diangkat", gumamku.

Namun seiring berjalannya film, tema yang terkesan gonta-ganti tersebut terus terjadi. Hanya saja di puncak klimaks tema mulai berfokus ke tema utamanya mengingat di puncak ceritanya Dul Muluk dan Nongcik harus menyelesaikan misteri hantu yang bergentayangan di rumahnya.

Tema film yang tidak konsisten tersebut juga mempengaruhi bagaimana cara film menampilkan tokoh utamanya. Jika menilik dari judul film, pemeran utama dalam film ini paling tidak ada dua orang, yaitu Dul Muluk dan Dul Malik. Hanya saja, kedua pemeran utama ini seolah-olah menjalankan dua alur cerita yang bertema saling bertolak belakang. Sejak kapan tema horor komedi bisa jalan bergandengan dengan drama cinta-cintaan ala anak sekolah kecuali di film Dul Muluk Dul Malik ini. Belum lagi ketika tema horor sedang diangkat, aku merasa Nongcik harusnya bisa dibilang pemeran utama yang dikarenakan banyak adegan dimana Nongcik tampil dominan.

Akting Terkesan Kaku

Entahla apakah perasaanku saja yang belum pernah melihat aktor full berbahasa daerah di tempat kelahiranku atau ada faktor lain, aku merasa performa akting beberapa aktor terkesan kaku. Akting yang kaku ini mengingatkanku ketika menggarap short film ketika aku masih duduk di bangku SMA (Ya, dulu aku sempat berkecimpung di dunia sinematografi bro hehee....). Tetapi untuk ukuran film bioskop, harusnya penampilan aktornya bisa lebih baik lagi.

Meskipun demikian, menurutku akting pemeran utamanya telah tampil sangat baik. Sebut saja peran Dul Muluk yang diperankan oleh Anwar Fuady. Selain beliau memang sudah puluhan tahun melalang buana di dunia akting, Mang Anwar Fuady ini juga ternyata asli orang Palembang. Tak heran peran yang dimainkannya bisa tampil maksimal dan lebih menghayati.

Yang patut diacungi jempol menurutku ialah peran Nongcik yang dimainkan oleh Merian Bellina. Meskipun "bibik" satu ini bukan asli Wong Palembang, beliau bisa tampil sangat bagus sembari membawakan dialog Berbahasa Palembang. Ya, namanya juga aktor profesional, yang lagi-lagi sudah berkecimpung selama puluhan tahun di dunia akting. Hanya saja, effort dari Bikcek ini patut diapresiasi mengingat membawa unsur budaya dari daerah lain menurutku tergolong susah-susah gampang.

Cuplikan Film Dul Muluk Dul Malik
(courtesy: Official Trailer Dul Muluk Dul Malik)

Special Effects yang Nanggung!

Yang namanya film horor mau tak mau kita mesti bergantung dengan special effect untuk menampilkan adegan-adegan seramnya. Entah melalui efek make-up ataupun video editing. Hanya saja, yang lagi-lagi menurutku special effects dalam film ini rasanya nanggung banget! It could've been better, yknow! Kalau boleh agak kritis, efek CGI-nya masih satu level sinetron Indosiar!

Yang paling ketara ketika salah satu premannya Sofyan mati akibat mobilnya menabrak dinding. Sumpah jelek banget! Bisa dibilang masih satu level dengan efek naik naga terbang. Kalau aku udah jadi sutradaranya, pasti bakal aku cut adegan mobil nabrak tersebut dan minta revisi ke yang lebih baik. Ya menurutku minimal bisa hire profesional sih, yang dikhususkan untuk membuat adegan tersebut agar tampil lebih maksimal dan mencekam. Film perdana nih, masa serba nanggung!

Belum lagi pada adegan-adegan hantunya. Iya sih namanya juga film horor komedi. Hantunya jangan seram-seram banget dan harus ada lucunya sedikit. Namun menurutku, harusnya bisa lebih baik lagi. Misalnya dengan memberikan sentuhan efek yang lebih dramatis ketika bayangan hantu muncul disaat akan merasuki Nongcik. Ya, lagi-lagi kurang greget nih!

Seramnya Dapat, Lucunya Dapat, Unsur Budayanya Juga Dapat

Kalau bicara film horor komedi, film tersebut mesti seram namun bisa bikin penontonnya tertawa terbahak-bahak. Di film Dul Muluk Dul Malik ini, menurutku kedua elemen tersebut hadir di film ini. Filmnya seram, dan juga lucu. Hanya saja, perlu digaris bawahi elemen seram dan lucu tersebut hanya bisa tampil meh..., alias nggak ada suatu hal yang bikin penonton terpukau.

Dari segi komedi jujurly film ini lucu. Aku sendiri pun ikut tertawa terbahak-bahak bersama penonton yang lain. Hanya saja alur cerita yang gado-gado tersebut yang bikin unsur ngakaknya kurang ngigit. Penonton berekspetasi film seram nan lucu, eh malah drama percintaan anak sekolahnya yang ikut nimbrung.

Begitu juga unsur seramnya. Selain yang memang film ini digarap bukan bergenre pure horor, efek adegan hantu dan CGI yang nanggung tersebut turut menjadi faktor kurang seramnya film ini. Belum lagi efek cerita yang campur aduk tersebut yang menjadi salah satu faktor kurangnya nilai keseraman dalam film horor ini.

Sarat Atas Nilai Budaya Palembang & Pagaralam

Meskipun hanya bahasa daerahnya saja yang dominan, penampilan footage view daerah pegunungan Pagaralam, serta bahasanya yang didominasi dengan kata "jeme", "kaba", dan lain sebagainya cukup memberikan gambaran "beginilah kurang-lebih kehidupan masyarakat di Kota Pagaralam dan sekitarnya.". Ya, apalagi posisi aku sekarang berada di kabupaten yang tak jauh dari Pagaralam, yang mana bahasanya masih mirip-mirip. Ngeliat di filmnya pada berdialog menggunakan bahasa daerah tersebut terasa seperti it feels like home. Buat perantau asli daerah Pagaralam dan sekitarnya, aku yakin film ini lumayan sedikit mengobati rasa rindu dengan kampung halaman.

Di sisi lain, aku sempat menduga bahwa film ini kayaknya ada unsur propaganda dari pemerintah. Propaganda dalam artian yang baik, ya. Misalnya nih, ditampilkan Dul Muluk bertemu Agus Fatoni, seorang pelaksana tugas Gubernur Sumatera Selatan, yang dilanjutkan prosesi pelantikan beliau menjadi gubernur. Atau ada lagi disaat Sheila and the gengs yang sedang diproses secara hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, di sana ditampilkan bahwa hukum tidak bisa diganggu gugat sekalipun yang terpidana memiliki kedudukan jabatan yang tinggi. Ya intinya di film ini kayak ingin berpesan bahwa pemerintah kita itu baik.

Credit Scene yang menjadi bukti bahwa film ini di-support oleh pemerintah

Usut punya usut, ternyata film Dul Muluk Dul Malik ini di-support oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Ya wajar dong kalau begitu, mau tak mau di film ini harus berpihak ke pemerintah. Nggak ada yang salah sih sebenarnya, hanya saja jadinya kurang greget filmnya karena nggak bisa nyentil-nyentil dikit pemerintah. Apalagi di waktu perilisan film ini lagi hangat-hangatnya mau peralihan kepemimpinan presiden hehehe...

Kesimpulan

Film Dul Muluk Dul Malik ini menurutku suatu gebrakan yang cukup berani di dunia perfilman Indonesia. Selama ini kita sudah dibiasakan film berlogat Jawa jika film tersebut mengangkat tema pedesaan. Dengan adanya film Dul Muluk Dul Malik ini, harapannya bisa memicu para filmmaker untuk turut serta mengangkat tema-tema dari berbagai daerah Indonesia, dalam artian toh one of province in Sumatra pun berani tampil unjuk gigi di layar lebar, kenapa dari daerah lain juga nggak bisa?

Hanya saja, untuk seukuran film daerah yang perdana tampil di bioskop-bioskop seluruh Indonesia masih banyak bagian-bagian yang terasa nanggung. Mulai dari beberapa peran aktor yang kurang luwes hingga CGI yang nggak banget. It could've been better in my opinion. Andai saja produser agak sedikit niat, aku yakin betul film ini bakal dikenang sepanjang masa oleh penonton, terutama masyarakat-masyarakat Sumsel yang bangga daerahnya bisa menyuguhkan film yang spektakular. Sebut saja alur cerita yang ciamik, special effect yang selevel film-film Holywood, belum lagi bahasanya full berbahasa daerah, wiih pasti bakal keren banget bukan?

Buat fans die hard horor, menurutku film ini nggak banget. Hantunya aneh, terutama efek-efek CGI-nya, dan tidak seram. Tetapi buat casual viewer, bolehlah buat jadi hiburan. Namanya juga horor komedi, adegan seramnya harus lucu-lucuan juga dong!

Entahlah, kalau melihat dari kacamata pure penikmat film, jujurly tak banyak yang bisa dibanggakan dari film ini. Alur cerita yang amburadul serta fokus tema yang acak-acakan membuat aku merasa tak pantas aku berikan skor yang tinggi-tinggi. Hanya identitas budaya daerahnya saja yang menurutku yang bisa menjadi satu-satunya yang bisa dibanggakan. Selebihnya, sorry it doesn't meet my expectation.

Salah satu dokumentasi wajib pasca nonton bioskop 😀

Jika aku menilai dari segi unsur perfilmannya saja, skor 4.5 dari 10 aku merasa udah bermurah hati banget. Tetapi dengan adanya unsur kebudayaannya, bolehlah aku kasih nilai 6.5 dari 10. Filmnya tuh nggak jelek, tetapi nggak bagus-bagus banget. Boleh jadi di kisaran level menegah-menengah ke bawah lah. Meskipun demikian, film ini tetap aku rekomendasikan buat ditonton, terutama bagi Anda yang ingin mencoba nonton film dengan sensasi yang berbeda.

***

Bagaimana menurut pembaca sekalian? Apakah Anda sudah menonton film ini juga? Coba sampaikan opinimu tentang film Dul Muluk Dul Malik ini di kolom komentar berikut!

1 comments:

  1. mau nonton, tapi masih bawa budak kecik. Jadi belum bisa. Semoga nanti ada di netflix, biar bisa nonton di rumah. Untuk acting terkesan kaku, mungkin para pemeran itu masih kesulitan memainkan dialog dan dialek Palembang. Itu diakui sendiri oleh Roy Marten, saya lihat di video Yutub, ketika ditanya apa kesulitan dari main film ini.

    BalasHapus
ads
avatar
Admin THE-Mangcoy Online
Welcome to THE-Mangcoy theme